Visit6th Indonesian Pearl Festival at Lippo Mall Kemang 9-13 November 2016.(Kunjungi 6th Indonesian Pearl Festival di Lippo Mall Kemang pada 9-13 November 2
Indonesian South Sea Pearl ISSP, yang merupakan mutiara asli Indonesia harus lebih diperkenalkan kepada peminat mutiara dunia. JIka sudah dikenal dan mendunia, maka akan menjadi komoditi yang bernilai ekonomi tinggi. Bahkan komoditas mutiara laut selatan yang sudah dikembangkan masyarakat akan menjadi sumber ekonomi baru di tanah air. “Saya yakin jika dikenalkan lebih lagi, dunia akan mengenal Indonesian sebagai penghasil south sea pearl. Ini PR kita bersama, PR KKP, stakeholder, asosiasi, dan para desainer mutiara,” tutur Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, saat membuka pemeran Indonesian Pearl Festival IPF di Jakarta, beberapa waktu lalu. Susi berharap, ISSP dapat mendunia dan lebih dicintai masyarakat dunia dan menjadi kebanggaan dan sumber ekonomi baru di Indonesi. Mutiara asli Indonesia ini memiliki potensi yang bagus untuk pasar dunia. “Karena itu saya minta para desainer mutiara untuk menampilkan desain yang mengikuti zaman dan kreatif. Desain yang mengikuti zaman dan yang kreatif akan membuat lebih banyak orang mengenal dan mencintai mutiara,” kata Susi. Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan PDSP KP Nilanto Perbowo mengharapkan agar penyelengaraan acara IPF 2016 yang berlangsung selama lima hari ke depan dapat memberikan edukasi langsung kepada masyarakat mengenai ISSP. “Kami harapkan perdagangan mutiara yang besar bisa diadakan secara rutin di Indonesia. Kami berharap IPF mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian bangsa Indonesia," kata Nilanto. Nilanto mengatakan, Indonesian Pearl Festival IPF 2016 diselenggarakan pada 9-13 November 2016 di Lippo Mall Kemang, Jakarta bertujuan memperkenalkan ISSP yang menjadi komoditi potensial baik di pasar domestik maupun internasional. Mutiara asli Indonesia tersebut diharapkan bisa menguasai pasar dunia. Idt
TheLED, illuminated by NFC, is part of the star at the top of the stamp in the souvenir sheet. The star's light illuminates the baby Jesus, Mary and Joseph. An ox and a donkey are resting outside the stable. ,For the three special stamps, Philately Liechtenstein chose quotes from "Friedrich Schiller" , "Emily Dickinson" and "Johann Wolfgang von Goethe" with certain words being blacked out.
Mutiara sejak dulu menjadi primadona. Tapi tahukah kita bahwa produksi mutiara terbesar dan terindah berasal dari perairan Indonesia? Yuk, kenal lebih jauh dengan Indonesian South Sea Pearls! Pasar dunia saat ini didominasi empat tipe mutiara, yaitu Mutiara Air Tawar Fresh Water Pearls yang banyak diproduksi di China; Mutiara Akoya dari perairan Jepang dan China; Mutiara Tahiti yang berwarna hitam Tahitian Pearls dan South Sea Pearls atau Mutiara Laut Selatan. South Sea Pearls merupakan tipe mutiara besar yang indah dan langka. Mutiara ini dihasilkan oleh tiram mutiara raksasa, Pinctada maxima, yang hidup di Samudera Hindia yang hangat. Habitatnya membentang dari perairan Barat Laut Australia, perairan Nusa Tenggara, perairan Sulawesi dan Papua, terus ke Utara hingga perairan Filipina dan Myanmar. Tak heran, produsen South Sea Pearls di dunia internasional adalah Indonesia, Australia dan Filipina. Pinctada maxima, Si Penghasil South Sea Pearls Indonesian South Sea Pearls. Sumber Halaman Indonesian Pearl Festival 2016 di facebook. Tiram raksasa ini rentan terhadap penyakit dan stres sehingga hanya bisa hidup di perairan yang terjaga kelestariannya. Jika alam dirusak, tiram ini enggan menghasilkan mutiara. Alangkah ruginya kita bila hal seburuk itu terjadi. Dulunya tiram raksasa ini dipanen secara alami yaitu dengan cara diburu langsung di lautan oleh penyelam-penyelam yang luar biasa kuat dan hebat. Tak jarang perburuan ini mengorbankan nyawa para penyelam. Sudah tentu hasilnya merupakan mutiara paling alami dan mengagumkan serta mahal harganya. Kini, Indonesian South Sea Pearls lebih banyak dihasilkan dari pembubidayaan tiram raksasa. Tidak lagi bergantung semata pada produksi alami, namun dengan rekayasa berupa penanaman nucleus ke dalam tubuh tiram. Nucleus yang dimasukkan berupa potongan kecil mantel dan lapisan dalam cangkang tiram donor. Potongan ini akan dibalut oleh tiram dengan cairan sekresi, yang terdiri dari kalsium karbonat, selapis demi selapis hingga membentuk butiran mutiara. Tujuan tiram melapisi nucleus tadi sebenarnya adalah untuk melindungi dirinya yang berupa daging lembut, agar tidak terluka oleh benda asing. Menilai Kualitas Indonesian South Sea Pearls Indonesian South Sea Pearls dikenal karena ukuran dan warnanya yang indah. Ukurannya lebih besar dari tipe mutiara yang lain dengan opalescence keovalan bernada tenang calm. Selain warnanya yang putih perak dan krem keemasan, Indonesian South Sea Pearls juga dihiasi dengan tone warna merah muda, biru dan hijau. Wow...cantik sekali pastinya, ya? Mutiara yang berkualitas tinggi dinilai dari enam aspek, yakni nacre, luster, surface, shape, color dan size. Nacre adalah lapisan yang membentuk mutiara. Makin tebal nacre, makin bagus kualitas mutiara. Luster adalah ukuran kualitas dan kuantitas cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mutiara. Luster yang baik adalah yang tajam dan terang. Artinya kita dapat melihat pantulan diri yang jelas saat melihat mutiara dari dekat. Jika mutiara memantulkan bayangan yang keruh atau buram, berarti luster-nya kurang baik. Surface mencerminkan kondisi permukaan mutiara yang tak bernoda dan tak ada retakan. Meskipun tak ada mutiara yang 100% flawless tanpa noda, namun disepakati bahwa ada mutiara dengan kilau sempurna. Shape atau bentuk. Makin bulat sempurna, makin bagus. Namun mutiara dengan bentuk tak bulat sempurna baroque dan semi-baroque pun memiliki pesona tersendiri. Color atau warna. Ini berkenaan dengan selera. Konon orang Eropa lebih menyukai mutiara berwarna putih. Kalau saya pribadi tertarik dengan mutiara keemasan. Size atau ukuran. Makin besar makin bagus. Ukuran dihitung dengan satuan milimeter pada diameter mutiara. South Sea Pearls terbesar yang pernah ada berdiameter 20 mm 2 cm. Sedangkan ukuran diameter yang umum berada di pasaran berkisar pada 6,5 - 7,0 mm. Butuh waktu selama 2-4 tahun untuk memproduksi satu butir mutiara. Pantas saja jika harga mutiara yang sempurna itu sangat mahal. Tantangan yang Dihadapi Indonesian South Sea Pearls Di negara tercinta ini tercatat ada 12 propinsi yang menjadi lokasi pembudidayaan, yakni Sumatera Barat, Lampung, Bali, NTB, NTT, Papua Barat di wilayah perairan Raja Ampat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara dan Maluku. Lokasi pembudidayaan Pinctada maxima di Indonesia. Sumber Halaman Indonesian South Sea Pearls di facebook. Sekitat 70% South Sea Pearls yang beredar di pasaran perdagangan internasional sebetulnya berasal dari Indonesia. Sayangnya, banyak yang dibajak di luar negeri dengan cara diberi brand lain, sehingga tidak tercatat sebagai Indonesian South Sea Pearls. Hmmm...lagi-lagi kekayaan kita diatasnamakan milik orang lain. Sedih, ya? Inilah tantangan Indonesian South Sea Pearls di dunia internasional. Tantangan di dalam negeri justru datang dari citra Indonesian South Sea Pearls sendiri sebagai barang mewah dan mahal. Masyarakat Indonesia masih lebih menyukai mengoleksi perhiasan yang berasal dari batu-batuan daripada mutiara. Tantangan berikutnya adalah masuknya mutiara imitasi dari China yang harganya jauh lebih murah daripada Indonesian South Sea Pearls. Edukasi dan penyampaian informasi secara lebih luas, khususnya melalui media sosial, rasanya mendesak untuk dilakukan. Kegiatan offline seperti Indonesian Pearl Festival 2016 pun layak untuk diselenggarakan secara terus-menerus Kita bersyukur, di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang merupakan salah satu pusat pembudidayaan dan pasar mutiara, telah dibangun Rumah Mutiara Indonesia. Rumah Mutiara semacam ini hanya ada di beberapa tempat saja di dunia, yakni di Australia, Hong Kong China, Filipina dan Jepang. Rumah Mutiara Indonesia adalah sebuah tempat bagi bertemunya pedagang dengan pembeli, tempat edukasi mengenai permutiaraan, serta diharapkan dapat menjadi balai lelang mutiara. Sebuah proyek milik Kementerian Kelautan dan Perikanan yang besar dan berharga. Diharapkan, Rumah Mutiara Indonesia yang letaknya berdekatan dengan Bandara Internasional Lombok ini dapat melaksanakan perannya dengan baik. Potensi Indonesian South Sea Pearls Potensi Indonesian South Sea Pearls sungguh besar. Integrasi dari hulu ke hilir sangat penting dilaksanakan segenap pelaku pasar. Ditetapkannya SNI untuk mutiara merupakan salah satu langkah strategis untuk mencapainya. Masa depan cerah bagi Indonesia South Sea Pearls bukan hal yang mustahil. Namun cepat-lambatnya tergantung pada kemauan dan kemampuan kita sendiri. Bahan bacaan Tengahpekan ini tepatnya tanggal 21 November 2019, pameran mutiara-mutiara asli Indonesia yang dikemas dalam Indonesia Pearl Festival (IPF) 2019 akan dimulJakarta, Sept. 25, 2013 ANTARA - Saut P. Hutagalung, the Director General of the Ministry of Fisheries and Marine Affairs' Directorate General of Processing and Marketing of Fishery Products PMFP, claimed that Indonesia is the country supplying 43% of the world's South Sea Pearl SSP demand, making Indonesia the world's biggest producer of SSP. The Indonesian world trade value is ranked with the export value of US$ 29,431,625 or 2,07% of the world's pearl trade value which hits US$ 1,418,881,897. This achievement places Indonesia below Hong Kong, China, japan, Australia, Tahiti, USA, Switzerland and England. Meanwhile, the Indonesian pearl Export destination countries include Japan, Hong Kong, Australia, South Korea, Thailand, Switzerland, New Zealand, and France. This achievement can surely be gone beyond those figures by developing and strengthening the marketing sector. Therefore, the Ministry of Fisheries and Marine Affairs MMAF partnering with the stakeholders are exerting to conduct a number of ground-breaking, intensive programs to keep raising the international community of the country's pearl potential. One of the recently held programs is the 2013 Indonesia Pearl Festival. The Festival aimed to enhance the competiveness of the Indonesian pearl in the international pearl industry. The SSP is originated from the pinctada maxima oyster, both naturally and culturally cultivated. The oyster development centers are spread throughout Lampung, Bali, West Nusa Tenggara, East Nusa Tenggara, North Sulawesi, Southeast Sulawesi, Central Sulawesi, Gorontalo, Maluku, North Maluku, and West Papua. The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries MMAF is optimistic to be able to increase the value of pearl exports given Indonesia has and master the instrumental supporting factors, such as the area of cultivation, the labors, the equipment and technology supports. To realize these targets, the MMAF has completed six development projects; the oyster broodstock Center development in Karang Asem, Bali; The establishment of the Non-consumptive Product Development Directorate under the MMAF's Directorate General of Processing and Marketing of Fishery Products PMFP; the establishment of Indonesian Pearl Subcommission on the Fisheries Product Commission under the coordination of PMFP DG; the Initiative of the pearl Indonesian National Standards SNI Issuance which has now already been issued ISO 49892011; the partnership between MMAF and Indonesian Asociation of Pearl Cultivation ASBUMI to annually conduct the Indonesia Pearls Festival as one of the media to improve the quality, quantity and the marketing of pearls in the domestic and international Pearl Festival Indonesia Pearl Festival IPF is an event highlighting the SSP as the main attraction aiming to drive and bolster this Indonesia's instrumental commodities. To further cement the Indonesian SSP positioning in the international market, MMAF already established the Indonesian SSP International Branding by developing the marketing network among the Indonesian pearl industry players. Mr. Hutagalung continued "In addition, this event is also to ensure the continuity and quality of the Indonesian SSP and compile all of the SSP industry players aspirations for the marketing regulation considerations." In addition to the IPF, the Ministry also took part in the release of the "Indonesian South Sea Pearls" book written by Mrs. Ingrid Mutiara Sutardjo and Mrs. Nunik Arnuningsih at the APEC's Women Inspiring Program on September 6-7, 2013 which was attended by the State Minister of Women Empowerment and Child Protection, Mrs. Linda Amalia Sari, and the American Businesswoman and Former Model, Kimora Lee Simmons, as well as 21 APEC's delegation leaders and women delegations. "As part of the 2013 Indonesian Pearl Festival, we will organize the launching of South Sea Pearls book on October 3, 2013," he concluded. For further information, please contact Anang NoegrohoHead of Statistic Data and information CenterThe Ministry of Fisheries and Marine AffairsPh +62213519070
.